10 Juni 2015
Mari, sini, duduk di sisiku. Aku tak seperti mereka yg menolakmu - syayatin, tapi dengan tenang tetap mengotori hatinya oleh kebencian, dendam, kemarahan, pamrih, menganggap lebih suci dari yg lain. Mari, sini wahai setan, aku tak melihatmu. Tapi bisikanmu, bahkan lebih jelas dari kumandang adzan._Jon Q_
Orang-orang satu RT berlarian menyerbu poskamling. Malam dini hari, mereka terbangun oleh suara gaduh. Jon yg baru saja mampir ke dunia mimpi, harus pulang kembali ke dunia nyata. Di poskamling, terlihat seorang bapak setengah baya dengan tubuh babak belur. Suara riuh bisik warga menggaung.
"Ih, kasian. Dia habis maling apa?"
"Rasakan. Dasar maling,"
"Makanya, jangan berani-berani nekat di desa ini,"
Jon geregetan. Ia bertanya pada Pak RT setengah teriak.
"Siapa yg memukuli dia, Pak?!"
Pak RT diam. Dia tahu, apa maksud pertanyaan si Jon. Warga paham, Jon seorang terdidik. Ia akan memberondong dengan pertanyaan-pertanyaan memberontak dan gugatan, di mana ada kebodohan yg terwujud di dekatnya.
"Siapa? Siapa yg memukuli dia?!" Jon marah. Tak peduli lagi tentang kesopanan membentak orangtua, atau teranggap belagu.
"Mencuri itu perbuatan buruk, tapi siapa yg berani menganggap dirinya mulia setelah memukuli bapak ini? Pencuri harus dihukum, tapi siapa yg berani bangga dengan perlakuan ini?"
Warga diam. Sebagian menggumam mengejek, sebagian mencoba paham. Jon terlihat seperti kakeknya dulu, yg justru memberi uang pada pencuri yg tertangkap tangan. Melakukan tindakan di luar keumuman, menunjukan keistimewaan sisi lain yg ia punya. Sisi lain yg ia dapatkan saat masih muda. Ketika ia terus melawan, apa saja yg tak sesuai dengan kehendak hatinya. Menaklukan pikiran, dengan cara menaklukan godaan setan.
Engkau memintaku marah
Tapi bagaimana aku bisa marah pada mereka yg menghina
Bisikanmu membuatku nyaman
Hingga aku lupa ada orang yg harus aku lawan
Engkau menggodaku dengan kesedihan
Tapi suaramu yg merdu itu
Terdengar seperti alunan musik alam
Aku pun merasa kembali senang
Engkau menggodaku dengan keberlimpahan
Tapi aku tak sempat menikmati itu
Nasehatmu ku dengar selalu
Hingga hidupku berjalan dalam kesederhanaan
Engkau memintaku agar tertarik pada kecantikan
Tapi aku lebih tergoda padamu
Pada bisikanmu yg lebih kekal dari kecantikan
Engkau mendesakku agar memamerkan tahta
Tapi berada di dekatmu
Adalah tahta paling menyenangkan
Tenggelam dalam bisikanmu yg tak pernah diam
Engkau memintaku mengejar kebanggaan
Berlari mengumpulkan materi
Agar orang-orang berdecak senang mengagumi
Tapi bagiku engkaulah yg membuatku merasa cukup
Engkau memelukku saat subuh datang
Tapi aku tak keberatan
Menggendongmu menghadap kepada Tuhan
Menyembah-Nya dengan cinta tanpa kebencian
Mari, sini, duduk di sisiku. Aku tak seperti mereka yg menolakmu - syayatin, tapi dengan tenang tetap mengotori hatinya oleh kebencian, dendam, kemarahan, pamrih, menganggap lebih suci dari yg lain. Mari, sini wahai setan, aku tak melihatmu. Tapi bisikanmu, bahkan lebih jelas dari kumandang adzan._Jon Q_
Orang-orang satu RT berlarian menyerbu poskamling. Malam dini hari, mereka terbangun oleh suara gaduh. Jon yg baru saja mampir ke dunia mimpi, harus pulang kembali ke dunia nyata. Di poskamling, terlihat seorang bapak setengah baya dengan tubuh babak belur. Suara riuh bisik warga menggaung.
"Ih, kasian. Dia habis maling apa?"
"Rasakan. Dasar maling,"
"Makanya, jangan berani-berani nekat di desa ini,"
Jon geregetan. Ia bertanya pada Pak RT setengah teriak.
"Siapa yg memukuli dia, Pak?!"
Pak RT diam. Dia tahu, apa maksud pertanyaan si Jon. Warga paham, Jon seorang terdidik. Ia akan memberondong dengan pertanyaan-pertanyaan memberontak dan gugatan, di mana ada kebodohan yg terwujud di dekatnya.
"Siapa? Siapa yg memukuli dia?!" Jon marah. Tak peduli lagi tentang kesopanan membentak orangtua, atau teranggap belagu.
"Mencuri itu perbuatan buruk, tapi siapa yg berani menganggap dirinya mulia setelah memukuli bapak ini? Pencuri harus dihukum, tapi siapa yg berani bangga dengan perlakuan ini?"
Warga diam. Sebagian menggumam mengejek, sebagian mencoba paham. Jon terlihat seperti kakeknya dulu, yg justru memberi uang pada pencuri yg tertangkap tangan. Melakukan tindakan di luar keumuman, menunjukan keistimewaan sisi lain yg ia punya. Sisi lain yg ia dapatkan saat masih muda. Ketika ia terus melawan, apa saja yg tak sesuai dengan kehendak hatinya. Menaklukan pikiran, dengan cara menaklukan godaan setan.
Engkau memintaku marah
Tapi bagaimana aku bisa marah pada mereka yg menghina
Bisikanmu membuatku nyaman
Hingga aku lupa ada orang yg harus aku lawan
Engkau menggodaku dengan kesedihan
Tapi suaramu yg merdu itu
Terdengar seperti alunan musik alam
Aku pun merasa kembali senang
Engkau menggodaku dengan keberlimpahan
Tapi aku tak sempat menikmati itu
Nasehatmu ku dengar selalu
Hingga hidupku berjalan dalam kesederhanaan
Engkau memintaku agar tertarik pada kecantikan
Tapi aku lebih tergoda padamu
Pada bisikanmu yg lebih kekal dari kecantikan
Engkau mendesakku agar memamerkan tahta
Tapi berada di dekatmu
Adalah tahta paling menyenangkan
Tenggelam dalam bisikanmu yg tak pernah diam
Engkau memintaku mengejar kebanggaan
Berlari mengumpulkan materi
Agar orang-orang berdecak senang mengagumi
Tapi bagiku engkaulah yg membuatku merasa cukup
Engkau memelukku saat subuh datang
Tapi aku tak keberatan
Menggendongmu menghadap kepada Tuhan
Menyembah-Nya dengan cinta tanpa kebencian
0 Comments