Semesta memiliki cara masing-masing dalam mengungkapkan cintanya.
Sebagian terlihat menyenangkan, sebagian lagi mungkin kita membencinya.
Kucing mengeong, anjing mengguguk, burung berkicau, selama tidak
menghancurkan, mengapa kita merasa terganggu?_Jon Q_
"Tapi, apa bukti atau tandanya, Mas," Tum tak merasa puas. "Seseorang
berilmu, atau memiliki pemahaman yang kita harus belajar darinya?"
"Apa ukuran seseorang berilmu?" tambah Lee.
"Tak ada manusia yang benar-benar memiliki ilmu, Tum," jawab Bon. "Ilmu
milik Allah, manusia tak ada yang memilikinya kecuali para nabi dan
rasul,"
"Lah terus apa yang kita pelajari selama ini kalau bukan ilmu?" kejar
Tum.
"Sekedar pengetahuan, dugaan-dugaan, asumsi-asumsi atau pernyataan yang
harus terus menerus di cek ulang kebenarannya," lanjut Bon.
"Karena itulah kita adakan forum kecil begini," Beth menambahkan. "Kita
tak tahu Allah akan menitipkan sedikit ilmunya dari kemesraan pemahaman
yang kita gali di sini atau tidak, tapi kita mengharapkan itu,"
"Lagipula, Tum, Kita tak harus belajar pada orang yang katanya berilmu,"
Dul ikut nimbrung. "Pada kyai, ustadz, sarjana, profesor dan gelar
keduniaan lain. Karena tiap manusia atau bahkan apapun di semesta ini
memiliki sesuatu yang bisa kita pelajari,"
"Bagaimana caranya 'mencuri' ilmu pada orang yang tak berilmu?" tanya
Lee.
"Jika tiap orang atau bahkan semesta ini memiliki sesuatu yang bisa kita
pelajari," tambah Tum. "Apa bukti dari kita agar diri kita paham kita
telah atau sedang mengambil pelajaran dari itu semua?"
"Apa kalian pikir kami ini orang-orang berilmu?" tanya Beth balik.
"Apakah si Jon yang banyak bicara itu termasuk orang yang berilmu?
Seperti cara kalian belajar di sini, begitu pula kita belajar pada orang
lain,"
"Tiap orang adalah guru sekaligus siswa sekolah kehidupan, Gandhi," Lee
mengutip kata.
"Apa yang kami pahami, dari diskusi selama ini dengan si Jon," kata Dul.
"Setidaknya ada dua bukti seseorang berilmu. Bukti nyata adalah karya
cipta, buku, kitab, atau apapun. Kedua bukti sifat, yaitu tercipta
ulangnya akhlak atau moral yang lebih baik,"
"Itu juga yang akan terjadi pada kami jika terus mencari ilmu?" tanya
Tum lagi.
"Ilmu gak kita cari, Tum," kata Bon.
"Ilmu diturunkan, dari Tuhan pada
jiwa-jiwa yang suci,"
"Jadi, harus berilmu dulu baru berjiwa suci atau sucikan jiwa dulu agar
Tuhan berkenan menurunkan ilmu?"
Bon, Dul, Beth saling pandang. Hampir-hampir mereka kewalahan. Si Jon
belum tampak, masih diperjalanan. Entah perjalanan apa atau ke mana.
"Dua-duanya." Jawab Beth.
"Bagaimana kita tahu kita berjiwa suci? Bagaimana mengukurnya?"
"Akhlak," jawab Dul gantian.
"Kalau ilmu gak dicari, maka Allah yang kita cari?" tanya Lee.
"Kenapa kita mencari-Nya? Bukankah Dia bilang sendiri, anni fa inni qoriyb, Dia dekat?" Bon kali ini.
"Lalu apa yang kita cari?"
"Dalam tema ini," kali ini Bon menjawab. "Kita mencari diri kita sendiri,"
"Dan itu sebenarnya yang paling rumit," tambah Beth.
"Bagaimana jika kita tersesat?" Tum tak puas.
"Maka kita pakai ungkapan cinta si Jon pada Tuhannya : Allah memahami
tiap kita yang mengungkapkan cinta dengan cara yang berbeda. Tak apa kau
tersesat selama yang terus kau sebut dan panggil adalah Aku dalam
apapun pemahamanmu, manusia,"
Di mana si Jon? Apakah sedang persiapan aksi dua Desember nanti?
Bacaan selanjutnya
Menggoda setan Man ulil amri minkum
0 Comments