Seorang pendidik pernah sebal pada siswanya sampai-sampai dia menyebut
siswa itu sakit jiwa. Siapa di antara kita yg merasa sehat? Anda, kamu,
kau, kita? Sebagian besar pasien RSJ juga akan menjawab sama ketika
diberikan pertanyaan itu._Jon Q_
Dale Carnegie menulis cerita, salah satu kebutuhan mendasar menurut
Abraham Maslow, tentang seorang perempuan sakit jiwa. Ia ditinggal
kekasihnya, bermimpi tiap malam melahirkan bayi laki-laki tampan hasil
menikahnya dengan pangeran Inggris. Tiap pagi ia menceritakan dengan
bahagia pada dokternya.
"Dokter, dokter, im glad last night was borned my baby handsome boy,"
ucapnya berulang-ulang. Sang dokter ditanya mengapa tak menyembuhkan
sakit jiwanya, tapi justru memberi fasilitas pada perempuan itu,
termasuk rasa peduli dan PENGAKUAN.
"Aku tak tahu," kata sang dokter. "Dia bahagia dalam dunianya, dan dalam
dunia kita ia hanyalah perempuan yg menyedihkan karena ditinggal
kekasihnya. Apakah aku harus mengambil kebahagiaannya?"
Anda, saudara pembaca, merasa sehatkah? Anda tahu qolbun salim? Hati yg
tanpa kebencian pada apapun, tanpa amarah, tanpa dendam, tanpa harap,
tanpa rasa takut, hanya ada cinta yg adil. Apa itu cinta yg adil?
Mencintai manusia dengan menyayanginya, mencintai setan dengan tak
mengikutinya tanpa membencinya. Tak mengikuti seseorang tak berarti
harus membencinya kan?
Seorang teman pernah merasa bingung, saat saya mengizinkan pemabuk,
homo, banci, pezina, bergabung dalam lingkaran diskusi pencerahan. Kami
belajar bersama. Jika mereka adalah orang sakit, dan saya adalah
dokternya, dimana ada dokter yg hanya menerima pasien yg sehat saja?
Konsekuensinya, tentu, sebagian teman menganggap saya homo, pezina,
morfinis, atau paling tidak penganut 'rahbaniyah' (orang yg tak akan
menikah). Mereka mencoba mengukur kedalaman yg untuk melihatnya saja
takut jatuh.
Kita belajar agar memiliki cinta yg adil. Cinta yg ditempatkan sesuai
ruang dan waktunya, tanpa kebencian, tanpa amarah. Oke, oke, pembaca
mungkin benci pada pemerintah, golongan anu atau itu, kaum LGBTQ, pada
israel, yahudi, zionis, amerika, atau mungkin isis atau syi'ah, yg
sangat mungkin itu semua jauh dari tempat hidup kita. Saya ceritakan
satu kisah yg saya alami.
Anda punya sekolah? Anda punya jamaah masyarakat kaum lemah? Anda
mengurusi anak-anak bermasalah? Yg semuanya jelas lebih dekat dari
amerika, dkk, yg anda benci itu?
Saya punya beberapa saudara, mereka ustadz, yg semangat sekali
menggempur sekolah, masyarakat, dan anak-anak kami. Lebaran ini, saya
kunjungi mereka, saya sholat ied bersama mereka, saya cium tangan mereka
saat salam-salaman. Ibarat pukulan, saya dipukul babak belur oleh
fitnah, ejekan, ghibah mereka. Tapi saya yg datangi mereka, saya cium
tangan mereka. Pernah baca kisah Umar ibn Khottob sebelum berislam?
Rasul berdoa agar Tuhan memberi hidayah pada salah satu di antara Umar
atau Abu Jahal, dua orang perkasa yg memusuhi nabi. Dan kita tahu kisah
kelanjutannya.
Entah apa yg terjadi dengan bangsa ini. Kita mengatasnamakan kebenaran
untuk membenci, memarahi, mencaci, mengutuk, sedang rasul malah
mencontohkan mendoakan orang yg membenci kita. Jika itu di dekat kita,
ubahlah. Jika kita warga sekolah, pikirkanlah dimana tempat kita dan
siapa kita. Jika kita di pabrik, pikirkanlah pabrik, dimana tempat kita
dan siapa kita. Itu cinta yg adil, sesuai ruang dan waktu.
Jangan seperti seseorang yg senang berteriak-teriak menganggap dirinya
sehat, sedang sebenarnya ia dalam pengobatan sakit jiwa.
Bacaan selanjutnya
Tentang kesabaran yang besar Aku sudah sembuh (waras)
0 Comments